Download File dalam versi Lengkap dengan Format Ms.Word disini -----> Download Disini
BAB
II
Pembahasan
2.1
Miss Komunikasi
Miss Communication atau lebih
sering disebut Miss Komunikasi merupakan adanya kesalahpahaman antara kedua
belah pihak dalam mencerna
proses komunikasi, sehingga antara pesan yang disampaikan dengan pesan
yang diterima berbeda penafsiran atau arti. Miss Komunikasi dapat menyebabkan tidak tercapainya
tujuan atau misi yang hendak di capai. Miss komunikasi atau kesalahan dalam
salah satu komunikasi antara dua pihak atau lebih, dapat menjadi sumber dari
masalah yang akhirnya berbuah menjadi konflik.
Sudah banyak kasus-kasus konflik yang terjadi karena miss
komunikasi dan kesalahpahaman. Contohnya seperti tawuran pelajar. Tawuran
pelajar biasanya diawali dengan seorang pelajar yang tengah bercanda dengan
dengan anak sekolah lain, tetapi candaannya tersebut ditangkap dengan maksud
lain oleh anak sekolah lain itu. Sehingga, dengan “salah tangkap maksud”
tersebut dapat terjadi sebuah adu mulut, yang diakhiri dengan tawuran.
Dalam sebuah keluarga
juga misalnya, perlu adanya suatu komunikasi yang baik dan perlu adanya
keterbukaan antar sesama anggota keluarga, Dapat diambil contoh sebuah kasus,
sang suami yang sering pulang larut malam (sebenarnya karena ada suatu
pekerjaan yang harus diselesaikan), dan sang istri yang mudah curiga
bertanya-tanya kenapa suaminya pulang sangat larut malam. Kemudian sang istri
yang tidak percaya bahwa sang suami pulang larut malam karena alasan pekerjaan,
langsung dengan spontan berkata marah-marah kepada sang suami. Sang suami yang
karena sudah kelelahan karena pekerjaan di kantornya, tidak terima karena sikap
sang istri yang terlalu berlebihan mencurigainya, juga terpancing emosi dan
akhirnya timbul suatu konflik.
Kejadian tersebut terjadi karena kurangnya komunikasi yang
baik, dan juga kurangnya sikap keterbukaan antar suami-istri tersebut. Seharusnya,
konflik seperti tadi dapat dicegah apabila ada komunikasi yang benar yaitu sang
suami seharusnya juga perlu memberitahu sang istri jika setiap hari ia pulang
malam disebabkan suatu pekerjaan kantor yang mengharuskannya untuk pulang
malam, jadi sang istri tidak akan gampang curiga jika sang suami bersikap
demikian. Dan sang istri, juga seharusnya dapat membicarakannya secara
baik-baik, tidak dengan emosi dan tidak gampang curiga kepada sang suami. Jika
adanya komunikasi yang baik seperti itu, maka suatu konflik dapat terhindarkan.
Jadi, jangan sampai salah satu pihak dalam suatu
perbincangan (komunikasi) ada yang “salah tangkap” maksud dari pihak yang lain.
Tetapi, jika sudah terlanjur terjadi suatu miss komunikasi tersebut, ada
baiknya ditelaah lagi secara baik-baik sehingga suatu masalah yang tadinya akan
berbuah menjadi konflik, dapat di netralisir dan kembali ke komunikasi yang
benar.
2.2
Distorsi
Distorsi Komunikasi adalah perubahan makna atau arti dari suatu informasi/pesan
yang secara sengaja mau pun tidak sengaja akan mengubah isi informasi. Atau
bisa juga disebut kekurang tepatan atau perbedaan arti diantara pesan/informasi
yang dikirim dalam suatu proses komunikasi.
Dalam suatu proses komunikasi antara
pembicara dan pendengar, jalur komunikasi yang tercipta seolah-olah membentuk
sebuah garis lurus. Namun, kondisi ini justru sangat jarang mencapai tingkat
sempurna (tanpa distorsi). Distorsi dapat terjadi baik dalam proses berbicara
atau dalam proses mendengar. Kita harus belajar mendengar dengan lebih baik dan
berbicara dengan lebih jelas. Kita juga harus menguji apakah pesan yang
disampaikan telah diterima dengan benar, dan apakah kita sendiri mendengar
pesan dengan jelas.
Kita dapat ambil contoh dari cerita berikut ini :
Asep (bersukubangsa Sunda) bertandang ke rumah Suparno (bersukubangsa Jawa dari Yogyakarta).
Dirumah
Suparno, Asep disuguhi
makan
siang
bersama-sama. Orang tua Suparno mempersilahkan Asep untuk mengambil makanan yang tersedia.
Orang Tua Suparno : “ini ayam bakar, ada
bacem tempe,
yang
ini
jangan
(sambil menunjuk sayuran).” Asep yang
mengambil semua yang ditunjukkan menjadi berhenti, sambil duduk kembali mengatakan teu sawios-wios. Orang tua Suparno mengerutkan dahi, lalu berkata “ kok, wis. Orang tak jadi ngambil”.
Terjadi kesalahpahaman antara orangtua Suparno dan
Asep. Jangan dalam bahasa Jawa artinya
Sayuran,
sementara Asep menganggap
Jangan
berarti tidak boleh. Asep mengatakan teu sawios-wios, artinya tidak
apa-apa. Orang tau
Suparno mendengar Wis,
yang artinya sudah.
Komunikasi antara Asep dan orang tua Suparno terdistorsi karena diperoleh arti kata yang berbeda dari penggunaan kata
dalam bahasa yang berbeda, pelafalan kata yang hampir berdekatan serta tidak mengenal kata yang digunakan. Kata jangan
memiliki dua arti dan wios terdengar menjadi wis
sehingga juga memiliki arti yang berbeda. Asep tidak mengenal kata jangan dalam konteks bahasa Jawa karena bukan orang dari Jawa tengah.
Orang tua Suparno tidak mengenal kata wios sehingga mencari kata yang terdekat dan ada dalam bahasa Jawa menjadi wis.
Komunikasi yang terdistorsi merupakan salah satu sumber konflik, karena cara dan isi informasi membuat orang
bertentangan satu sama lain dan dapat menimbulkan
permasalahan
relasi
sosial yang lain. Memperhatikan
adab dalam berkomunikasi atau
melakukan komunikasi yang
bertanggung jawab merupakan salah satu upaya untuk mengurangi distorsi komunikasi.
2.3
Konsep Dasar Komunikasi
2.3.1
Pengertian
Komunikasi
Dari kamus besar bahasa Indonesia, komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dan
informasi, baik verbal maupun nonverbal dari seseorang kepada orang lain,
sehingga terjadi saling pengertian mengenai suatu pesan atau informasi yang
diiringi dengan perubahan sikap dan tingkah laku komunikan. Pada
umumnya, komunikasi dilakukan dengan menggunakan kata-kata yang dapat
dimengerti oleh kedua belah pihak. Melalui komunikasi, sikap dan perasaan
seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain.
Komunikasi merupakan suatu hubungan kontak antara manusia baik
individu maupun berkelompok. Komunikasi merupakan bagian dari hidup manusia itu
sendiri, dari sejak lahirpun kita sebenarnya sudah berkomunikasi, meskipun
tidak secara obrolan melainkan dengan gerak dan tangis yang pertama pada saat
dilahirkan, itu sudah termasuk dalam tanda komunikasi. Untuk menjalin rasa
kemanusiaan yang akrab, diperlukan saling pengertian antar sesama anggota
masyarakat. Komunikasi memainkan peranan penting dalam hal ini, dan suatu
komunikasi tersebut harus dapat saling dimengerti oleh kedua belah pihak.
2.3.2
Komponen
Komunikasi
Komponen
/ Unsur dasar komunikasi yaitu :
1) Pengirim Pesan (Komunikator)
Pengirim pesan atau komunikator adalah
individu, keluarga ataupun kelompok yang mau berkomunikasi
dengan orang lain. Dalam proses komunikasi, pengirim berita atau komunikator menggunakan
gagasan yg diwujudkan dalam lambang yang berbentuk kata-kata yang kemudian
disampaikan dengan menggunakan media yg berbentuk ucapan, gerak tangan, telepon
atau media komunikasi lainnya.
2) Pesan
Pesan
adalah informasi yang akan dikirim kepada si penerima. Pesan ini dapat berupa
verbal maupun nonverbal. Verbal merupakan pesan yang menggunakan kata-kata
seperti percakapan, surat, majalah dan sebagainya. Pesan nonverbal merupakan
pesan yang berupa isyarat, gerakan badan, ekspresi wajah dan nada suara.
3) Media / Alat Komunikasi
Media
/ Alat komunikasi adalah suatu media atau alat yang digunakan oleh si pengirim
pesan untuk menyampaikan pesan kepada si penerima. media ini dapat berupa buku,
radio, film, televisi dan yang paling pokok adalah gelombang suara dan cahaya.
4) Penerima pesan (Komunikan)
Penerima pesan atau komunikan adalah
individu atau orang lain yang diajak berkomunikasi, yang merupakan sasaran
dalam kegiatan komunikasi atau orang yang menganalisis dan menginterpretasikan isi
pesan yang diterimanya dari komunikator.
2.3.3
Proses
Komunikasi
Model proses komunikasi dikembangkan
oleh Harold D Lasswell yang disebut model Lasswell. Model tersebut lebih
dikenal dengan model SMRCE, yaitu :
S = Source (sumber)
M = Message (pesan)
R = Receiver (penerima pesan)
C = Chanel (saluran yang digunakan)
E = Effect ( pengaruh yang
ditimbulkan )
2.3.4
Faktor
Yang Mempengaruhi Komunikasi
·
Perkembangan
: pengaruh perkembangan usia baik dari sisi bahasa maupun cara berpikir. Contoh
: bahasa anak remaja berbeda dengan usia balita
·
Persepsi
: pandangan pribadi seseorang terhadap suatau kejadian/ peristiwa.
·
Nilai
: standar yang mempengaruhi prilaku. Contoh : klien memandang abortus merupakan
perbuatan yang tidak dosa, sedangkan bidan memandang abortus itu dosa.
·
Latar
belakang social budaya
·
Emosi
: perasaan subjektif terhadap sesuatu kejadian. Contoh : sedih, marah dan
senang.
·
Jenis
kelamin
·
Pengetahuan
·
Peran
dan hubungan. Contoh : cara komunikasi bidan dengan koleganya akan berbeda pada
klien demikian juga orang tua dengan anak.
2.4
Memahami dimana dan bagaimana terjadinya miss
komunikasi serta cara untuk menghindarinya
Miss Komunikasi adalah suatu proses
adanya kesalahpahaman antara kedua belah pihak dalam mencerna proses komunikasi, banyak hal yang dapat menyebabkan
terjadinya Miss Komunikasi, yakni dapat disebabkan dari faktor rangkaian unsur
proses komunikasi, seperti penyampaian pesan yang buruk dari komunikator
(pengirim pesan), adanya gangguan dari media / alat komunikasi yang digunakan, ataupun tidak lengkapnya
pesan komunikasi itu disampaikan. Adanya gangguan pada unsur Channel
(Media) merupakan faktor yang sering terjadi pada saat ini yang menyebabkan
tidak adanya Feedback (Umpan Balik) pesan yang disampaikan, atau bahkan Feedback
yang timbul tidak sesuai dengan tujuan pesan yang disampaikan di awal.
Ketika Feedback yang diterima berbeda dengan tujuan awal pesan
disampaikan, maka akan terjadi kesalahpahaman atau salah koordinasi antara “si
penyampai pesan” dengan “si penerima pesan”.
Solusi / Cara untuk menghindari adanya miss komunikasi antara
lain :
1) Memastikan media
yang digunakan untuk menyampaikan pesan sesuai dan berfungsi dengan baik.
2) Hendaknya komunikator (pengirim
pesan) menggunakan susunan bahasa / kata yang jelas arti dan maksudnya.
3) Pertimbangkan nada bicara kita jika
sedang berkomunikasi dengan seseorang, jika nada bicara kita terlalu keras,
sang pendengar dapat menangkap maksud lain dari apa yang kita bicarakan
tersebut.
4) Melakukan
konfirmasi apabila pesan sudah diterima oleh “si penerima pesan”, dan bila
perlu menjelaskan ulang secara lebih detil sebelum “si penerima pesan” bertanya
kembali atau tidak paham.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar