Senin, 08 Oktober 2012

Miss Komunikasi


Download File dalam versi Lengkap dengan Format Ms.Word disini -----> Download Disini



BAB II
Pembahasan

2.1              Miss Komunikasi
Miss Communication atau lebih sering disebut Miss Komunikasi merupakan adanya kesalahpahaman antara kedua belah pihak dalam mencerna proses komunikasi, sehingga antara pesan yang disampaikan dengan pesan yang diterima berbeda penafsiran atau arti. Miss Komunikasi dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan atau misi yang hendak di capai. Miss komunikasi atau kesalahan dalam salah satu komunikasi antara dua pihak atau lebih, dapat menjadi sumber dari masalah yang akhirnya berbuah menjadi konflik.
Sudah banyak kasus-kasus konflik yang terjadi karena miss komunikasi dan kesalahpahaman. Contohnya seperti tawuran pelajar. Tawuran pelajar biasanya diawali dengan seorang pelajar yang tengah bercanda dengan dengan anak sekolah lain, tetapi candaannya tersebut ditangkap dengan maksud lain oleh anak sekolah lain itu. Sehingga, dengan “salah tangkap maksud” tersebut dapat terjadi sebuah adu mulut, yang diakhiri dengan tawuran.
 Dalam sebuah keluarga juga misalnya, perlu adanya suatu komunikasi yang baik dan perlu adanya keterbukaan antar sesama anggota keluarga, Dapat diambil contoh sebuah kasus, sang suami yang sering pulang larut malam (sebenarnya karena ada suatu pekerjaan yang harus diselesaikan), dan sang istri yang mudah curiga bertanya-tanya kenapa suaminya pulang sangat larut malam. Kemudian sang istri yang tidak percaya bahwa sang suami pulang larut malam karena alasan pekerjaan, langsung dengan spontan berkata marah-marah kepada sang suami. Sang suami yang karena sudah kelelahan karena pekerjaan di kantornya, tidak terima karena sikap sang istri yang terlalu berlebihan mencurigainya, juga terpancing emosi dan akhirnya timbul suatu konflik.
Kejadian tersebut terjadi karena kurangnya komunikasi yang baik, dan juga kurangnya sikap keterbukaan antar suami-istri tersebut. Seharusnya, konflik seperti tadi dapat dicegah apabila ada komunikasi yang benar yaitu sang suami seharusnya juga perlu memberitahu sang istri jika setiap hari ia pulang malam disebabkan suatu pekerjaan kantor yang mengharuskannya untuk pulang malam, jadi sang istri tidak akan gampang curiga jika sang suami bersikap demikian. Dan sang istri, juga seharusnya dapat membicarakannya secara baik-baik, tidak dengan emosi dan tidak gampang curiga kepada sang suami. Jika adanya komunikasi yang baik seperti itu, maka suatu konflik dapat terhindarkan.
Jadi, jangan sampai salah satu pihak dalam suatu perbincangan (komunikasi) ada yang “salah tangkap” maksud dari pihak yang lain. Tetapi, jika sudah terlanjur terjadi suatu miss komunikasi tersebut, ada baiknya ditelaah lagi secara baik-baik sehingga suatu masalah yang tadinya akan berbuah menjadi konflik, dapat di netralisir dan kembali ke komunikasi yang benar.

2.2              Distorsi

Distorsi Komunikasi adalah perubahan makna atau arti dari suatu informasi/pesan yang secara sengaja mau pun tidak sengaja akan mengubah isi informasi. Atau bisa juga disebut kekurang tepatan atau perbedaan arti diantara pesan/informasi yang dikirim dalam suatu proses komunikasi.
Dalam suatu proses komunikasi antara pembicara dan pendengar, jalur komunikasi yang tercipta seolah-olah membentuk sebuah garis lurus. Namun, kondisi ini justru sangat jarang mencapai tingkat sempurna (tanpa distorsi). Distorsi dapat terjadi baik dalam proses berbicara atau dalam proses mendengar. Kita harus belajar mendengar dengan lebih baik dan berbicara dengan lebih jelas. Kita juga harus menguji apakah pesan yang disampaikan telah diterima dengan benar, dan apakah kita sendiri mendengar pesan dengan jelas.
Kita dapat ambil contoh dari cerita berikut ini :

Asep (bersukubangsa Sunda) bertandang ke rumah Suparno (bersukubangsa Jawa dari  Yogyakarta). Dirumah  Suparno,  Asep  disuguhi  makan  siang  bersama-sama. Orang tua Suparno mempersilahkan Asep untuk mengambil makanan yang tersedia.
Orang Tua Suparno : “ini  ayam  bakar,  ada  bacem  tempe,  yang  ini  jangan  (sambil menunjuk sayuran).” Asep yang mengambil semua yang ditunjukkan menjadi berhenti, sambil duduk kembali mengatakan teu sawios-wios. Orang tua Suparno mengerutkan dahi, lalu berkata kok, wis. Orang tak jadi ngambil.
Terjadi kesalahpahaman antara orangtua Suparno dan Asep. Jangan dalam bahasa Jawa artinya  Sayuran,  sementara  Asep menganggap  Jangan  berarti  tidak boleh. Asep mengatakan teu sawios-wios, artinya tidak apa-apa. Orang tau Suparno mendengar Wis, yang artinya sudah.

Komunikasi antara Asep dan orang tua Suparno terdistorsi karena diperoleh arti kata yang berbeda dari penggunaan kata dalam bahasa yang berbeda, pelafalan kata yang hampir berdekatan serta tidak mengenal kata yang digunakan. Kata jangan memiliki dua arti dan wios terdengar menjadi wis sehingga juga memiliki arti yang berbeda. Asep tidak mengenal kata jangan dalam konteks bahasa Jawa karena bukan orang dari Jawa tengah. Orang tua Suparno tidak mengenal kata wios sehingga mencari kata yang terdekat dan ada dalam bahasa Jawa menjadi wis.
Komunikasi yang terdistorsi merupakan salah satu sumber konflik, karena cara dan isi informasi membuat orang bertentangan satu sama lain dan dapat menimbulkan permasalahan  relasi sosial  yang lain. Memperhatikan  adab dalam berkomunikasi  atau melakukan komunikasi yang bertanggung jawab merupakan salah satu upaya untuk mengurangi  distorsi komunikasi. 

2.3              Konsep Dasar Komunikasi

2.3.1        Pengertian Komunikasi

Dari kamus besar bahasa Indonesia, komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dan informasi, baik verbal maupun nonverbal dari seseorang kepada orang lain, sehingga terjadi saling pengertian mengenai suatu pesan atau informasi yang diiringi dengan perubahan sikap dan tingkah laku komunikan. Pada umumnya, komunikasi dilakukan dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain.
Komunikasi merupakan suatu hubungan kontak antara manusia baik individu maupun berkelompok. Komunikasi merupakan bagian dari hidup manusia itu sendiri, dari sejak lahirpun kita sebenarnya sudah berkomunikasi, meskipun tidak secara obrolan melainkan dengan gerak dan tangis yang pertama pada saat dilahirkan, itu sudah termasuk dalam tanda komunikasi. Untuk menjalin rasa kemanusiaan yang akrab, diperlukan saling pengertian antar sesama anggota masyarakat. Komunikasi memainkan peranan penting dalam hal ini, dan suatu komunikasi tersebut harus dapat saling dimengerti oleh kedua belah pihak.



2.3.2        Komponen Komunikasi
Komponen / Unsur dasar komunikasi yaitu :

1)      Pengirim Pesan (Komunikator)
Pengirim pesan atau komunikator adalah individu, keluarga ataupun kelompok yang mau berkomunikasi dengan orang lain. Dalam proses komunikasi, pengirim berita atau komunikator menggunakan gagasan yg diwujudkan dalam lambang yang berbentuk kata-kata yang kemudian disampaikan dengan menggunakan media yg berbentuk ucapan, gerak tangan, telepon atau media komunikasi lainnya.

2)      Pesan
Pesan adalah informasi yang akan dikirim kepada si penerima. Pesan ini dapat berupa verbal maupun nonverbal. Verbal merupakan pesan yang menggunakan kata-kata seperti percakapan, surat, majalah dan sebagainya. Pesan nonverbal merupakan pesan yang berupa isyarat, gerakan badan, ekspresi wajah dan nada suara.

3)      Media / Alat Komunikasi
Media / Alat komunikasi adalah suatu media atau alat yang digunakan oleh si pengirim pesan untuk menyampaikan pesan kepada si penerima. media ini dapat berupa buku, radio, film, televisi dan yang paling pokok adalah gelombang suara dan cahaya.

4)      Penerima pesan (Komunikan)
Penerima pesan atau komunikan adalah individu atau orang lain yang diajak berkomunikasi, yang merupakan sasaran dalam kegiatan komunikasi atau orang yang menganalisis dan menginterpretasikan isi pesan yang diterimanya dari komunikator.


2.3.3        Proses Komunikasi
Model proses komunikasi dikembangkan oleh Harold D Lasswell yang disebut model Lasswell. Model tersebut lebih dikenal dengan model SMRCE, yaitu :
S = Source (sumber)
M = Message (pesan)
R = Receiver (penerima pesan)
C = Chanel (saluran yang digunakan)
E = Effect ( pengaruh yang ditimbulkan )

2.3.4        Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi
·         Perkembangan : pengaruh perkembangan usia baik dari sisi bahasa maupun cara berpikir. Contoh : bahasa anak remaja berbeda dengan usia balita
·         Persepsi : pandangan pribadi seseorang terhadap suatau kejadian/ peristiwa.
·         Nilai : standar yang mempengaruhi prilaku. Contoh : klien memandang abortus merupakan perbuatan yang tidak dosa, sedangkan bidan memandang abortus itu dosa.
·         Latar belakang social budaya
·         Emosi : perasaan subjektif terhadap sesuatu kejadian. Contoh : sedih, marah dan senang.
·         Jenis kelamin
·         Pengetahuan
·         Peran dan hubungan. Contoh : cara komunikasi bidan dengan koleganya akan berbeda pada klien demikian juga orang tua dengan anak.


2.4              Memahami dimana dan bagaimana terjadinya miss komunikasi serta cara untuk menghindarinya

Miss Komunikasi adalah suatu proses  adanya kesalahpahaman antara kedua belah pihak dalam mencerna proses komunikasi, banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya Miss Komunikasi, yakni dapat disebabkan dari faktor rangkaian unsur proses komunikasi, seperti penyampaian pesan yang buruk dari komunikator (pengirim pesan), adanya gangguan dari media / alat komunikasi  yang digunakan, ataupun tidak lengkapnya pesan komunikasi itu disampaikan. Adanya gangguan pada unsur Channel (Media) merupakan faktor yang sering terjadi pada saat ini yang menyebabkan tidak adanya Feedback (Umpan Balik) pesan yang disampaikan, atau bahkan Feedback yang timbul tidak sesuai dengan tujuan pesan yang disampaikan di awal. Ketika Feedback yang diterima berbeda dengan tujuan awal pesan disampaikan, maka akan terjadi kesalahpahaman atau salah koordinasi antara “si penyampai pesan” dengan “si penerima pesan”.

Solusi / Cara untuk menghindari adanya miss komunikasi antara lain :

1)      Memastikan media yang digunakan untuk menyampaikan pesan sesuai dan berfungsi dengan baik.
2)      Hendaknya komunikator (pengirim pesan) menggunakan susunan bahasa / kata yang jelas arti dan maksudnya.
3)      Pertimbangkan nada bicara kita jika sedang berkomunikasi dengan seseorang, jika nada bicara kita terlalu keras, sang pendengar dapat menangkap maksud lain dari apa yang kita bicarakan tersebut.
4)      Melakukan konfirmasi apabila pesan sudah diterima oleh “si penerima pesan”, dan bila perlu menjelaskan ulang secara lebih detil sebelum “si penerima pesan” bertanya kembali atau tidak paham.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar